Transportasi Online

Wednesday, September 27, 2017

DSC02767

Jaman sekarang, di era Internet nan super megah ini, Kawan, engkau bisa jualan apa saja, tak perlu lihat demand baru kasih supply. Itu teori jaman dulu, usang. Sekarang adalah masanya beternak demand berbungkus promo, diskon, potongan, you name it-lah supaya bisa kasih supply yang profitable dan sustainable. Dengan gimmick yang ciamik, celah kecil dapat di eksploitasi sedemikian rupa hingga menjadi lubang. Lubang dapat didandani menjadi jurang. Di dasar jurang, dengan placement yang tepat dapat diletakkan mesin uang, yang akan memancing orang-orang yang merasa punya peluang dan kemampuan untuk terjun, atau hanya sekedar lewat dan membayar retribusi atas partisipasinya.

Kawan, kalau engkau bertanya-tanya tentang kalimat pembuka-ku yang terdengar gegap gempita itu, mari dengar uraian selanjutnya.

Belakangan di kota kami (negara juga) sedang hangat-hangatnya orang-orang membahas perihal transportasi online yang jadi berkah bagi konsumennya, jadi pahlawan penghasilan bagi pengendaranya yang rata-rata sebelumnya adalah pengangguran terselubung atau terang-terangan, yang sedang berjuang mendapat penghasilan, yang jumlahnya tidak sedikit. Namun di sisi lain menjelma jadi makhluk paradoks yang membingungkan bagi negaranya, maksud saya negara macam tempat saya bermukim ini, yang selalu kesulitan (baca: ketinggalan) mengatur sesuatu yang berbau teknologi. Cuma bisa pakek (baca: mengeksploitasi).

Bikin, kembangkan atau atur: masih belajar.

Setelah gembar-gembor masalah gugat-menggugat di pengadilan terkait pengaturan transportasi online ini. Pikiran sederhana saya dengan lugunya memunculkan pendapat sepihak bin parsial bahwa sepertinya yang mesti diatur secara saksama segera adalah penentuan tarifnya agar sama-sama ekonomis, baik dari sisi pengguna maupun pengendara. Berhubung fenomena ini sudah berjalan hampir di mana-mana, merambat dan merambah hingga ke daerah. Kalau tidak segera diatur, bisa masif akibatnya. Idola baru bisa menjelma menjadi musuh yang menyaru, bisa bikin rusuh. Bibit-bibit konflik sudah mulai terasa, baik internal maupun eksternal, lokal maupun internasional. Gelagat yang semakin jelas terlihat. Hal ini mesti diantisipasi lebih dini. Baru nanti pelan-pelan dibenahi secara holistik supaya jelas dan tentram duduk perkaranya, teknis dan non-teknis.

Jadi, singkat cerita, walaupun hanya satu orderan, wajarnya sih tetap ada nilai tambah bagi jasa si pengendara sehingga ia tidak harus kerja kelewat keras dan terlalu berletih-letih menghabiskan jam kerja atau menggila mengejar target trip dulu baru terasa dampak positif finansial dari kegiatannya jadi pengendara transportasi online. Supaya terpenuhi aspek penghasilan tambahan-nya. Atau mungkin dibuatkan skema tertentu agar perhitungan penghasilan bagi yang full time dibedakan dengan yang part-time?.

Sudah sering saya dengar keluhan ‘gak nutup’ atau ‘kalah di minyak’ kalau hanya satu atau dua orderan yang diambil. Padahal tak jarang terbaca, “Anda yang jadi bosnya” atau “Atur penghasilan sendiri” malah ada spanduk besar di salah satu persimpangan sibuk di kota ini yang menggemakan kata-kata, “Dapatkan penghasilan hingga 12 juta rupiah per bulan, berkendaralah bersama kami”. Menjanjikan dan manis sekali terbaca, terutama bagi orang yang benar-benar butuh penghasilan (tambahan).

Bisa jadi ini juga alasan beberapa pengendara transportasi online berlarut malam atau berdini hari ria demi mengejar target trip atau bonus atau insentif, atau entah apalah kemasan yang dikenakan kepadanya, umpan yang menggiring mereka sekaligus memberi motivasi untuk bekerja lebih lama, lebih keras, lebih sering, lebih cepat. Beberapa mengantongi resiko cedera atau bahkan meregang nyawa ketika memutuskan menerima orderan di jam-jam ataupun lokasi rawan. Untuk resiko yang ditempuh ini juga harusnya dipertimbangkan donk.

Dapat dimaklumi kalau konsumen yang kelewat dimanja diawal ini bisa jadi adalah strategi perusahaan untuk menciptakan dan memperbesar ceruk pasar. But I smell something ‘fishy’. Praktek korporasi yang sudah tak asing lagi, feeling saya sih ketika nanti transportasi online sudah mendarah daging, menjadi biasa, habit, bahkan kebutuhan bagi beberapa pihak. Baru mereka akan menunjukkan i’tikad yang sesungguhnya: making profit, jadi mesin duit.

Ketika masa itu tiba, konsumennya juga akan sudah terlibat terlalu dalam untuk bisa kembali ke model konvensional atau bisa jadi sudah tidak punya (baca: tidak mampu/mau mencari) alternatif pilihan lagi, kecuali menggunakan jasa mereka, berapapun tarif yang dipasangnya, lantaran bisnis ini sudah berhasil mengalihkan pola dasar konsumsi para penggunanya dari ingin, jadi seolah-olah ‘butuh’. Semula complementary sudah terasa seperti compulsory. Proses transisinya tidak sebentar, bertahun-tahun, melibatkan struktur permodalan yang kokoh dan persistensi luar biasa dalam mengelola pasarnya. Model yang manjur diterapkan oleh Amazon.com ini memang terbukti ampuh dan sepertinya jadi metode preferensi making money by spending some first yang banyak dianut raksasa-raksasa internet yang menguasai teknologi dan mencium bau uang di tangan orang-orang yang sedang demam gawai ini.

Kita sebagai konsumen juga hanya bisa menunggu, melewatkan waktu sembari mengeksploitasi umpan-umpan (baca: promo dan kawan-kawannya) yang mereka luncurkan hingga nanti masanya mereka mulai mengatur kita, menampakkan wujud aslinya, menuai apa yang telah mereka tabur. Pada akhirnya, mereka adalah entrepreneur, versi keren dari pengusaha. Saya kira kita semua paham dan maklum apa yang dilakukan oleh pengusaha, terutama dalam hal menghasilkan laba. Walaupun mulanya mereka terlihat seperti pihak yang berjasa secara kreatif memanfaatkan teknologi sebagai solusi bagi masalah transportasi di negeri ini.

Atau kita memilih untuk menyiapkan rencana cadangan?

Menunggu intervensi pemerintah melindungi warganya semisal yang dilakukan Otoritas Transportasi Kota London (idealnya)?.

Apapun pilihannya, bersiaplah mulai dari sekarang.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: