Pelesir ke Samosir
Tuesday, August 23, 2016
Tulisan ini adalah bagian dari serial roadtrip ke Danau Toba yang terdiri dari dua bagian. Bagian pertama terjadi pada Weekend biasa, 12-13 September 2015 adalah yang sedang dibaca ini; dan bagian kedua terjadi pada Long Weekend, 05-07 Mei 2016. Silahkan baca setelah tulisan ini.
Ceritanya begini :
Akomodasi perjalanan ini di’cover‘ oleh pihak yang tidak perlu disebut berhubung bisa menjalar kemana-mana dan saya juga sulit untuk melakukan pembuktian terbalik sekiranya diharuskan. Berangkat dari Medan pukul 06.00 AM, tiba di Pelabuhan Ajibata pukul 11:30 AM setelah singgah untuk makan pra-siang di Warung Miso Pematang – Siantar. Masuk antrian penyeberangan bertepatan dengan berangkatnya feri trip II dan kami harus menunggu trip III jam 14:30 nanti. Wonderful! Cukup banyak waktu yang akan dihabiskan di pelabuhan. Perjalanan normal di akhir pekan. Mungkin bisa lebih cepat di Weekdays.
Sembari menunggu feri yang akan menyeberangkan kami beserta tunggangan, Salat Zuhur dulu di Kantin Muslim Khairunnisa yang ada di dalam kompleks pelabuhan. Alakadarnya. Itupun harus kongsi dengan anak kecil yang sedang tidur. Selesai Zuhur, kembali menunggu di kantin, dihibur oleh pengamen cilik yang khas dengan intro-nya, “Nyanyi-lah kami pak!”. Dan ajaibnya kalau ditolak, mereka akan langsung berlalu. Tidak ngotot. Lumayan sopan walaupun berlogat lokal kental. Paling tidak sebahagian.
Relatif tepat waktu, feri yang ditunggu pun akhirnya tiba. Setelah membayar sesuai harga di karcis, mobil pun masuk dan bersusun rapi di lambung feri. Bagi anda yang pertama sekali menyeberang dengan mobil menggunakan feri, disarankan mengambil posisi di tepi sehingga bisa menyaksikan kemahiran anak-anak kecil yang berenang, berebut uang receh yang dilemparkan oleh penumpang.
Biaya menyeberang, silahkan lihat gambar dan jumlahkan antara komponen Kendaraan+Alat-alat Berat+Hewan+Penumpang+Asuransi. Asuransi amat sangat penting mengingat you know lah safety disini. Keselamatan penyeberangan : bukan sesuatu yang menarik untuk dibahas disini. Terus terang saya trauma dan sedikit cemas setiap kali menyeberang. Siapa yang periksa kondisi feri? tersediakah lifeboat (yang cukup)? life jacket for every passenger? Emergency plan? Kualitas SDM ? Overweight gak ? track record kecelakaan? Tenggelam? Rusak di tengah jalan? dan beragam pertanyaan yang kalau diuraikan satu-persatu akan menyebabkan kami batal menyeberang. Jangan lupa berdoa.

Murah/Mahal tergantung persepsi. Dan kondisi finansial juga tentunya. Serta keikhlasan hati. Hard cash only. Cards are not accepted.
Berlangsung sekitar 1 jam, penyeberangan selesai dan tibalah kami di Samosir. Sudah larut sore dan langsung keluar pelabuhan tanpa ada proses apa-apa, belok kanan lalu masuk hotel yang memang tidak sulit ditemukan dan cenderung dekat dengan pelabuhan.
Parkir mobil? canggih berlapis sehingga jika anda parkir lebih dulu, maka itu adalah tiket anda untuk sulit keluar lagi.
Menginap (hanya) satu malam dan mencatat dosa sebagai berikut :
Food delivery ke kamar di-charge 10%. Tapi kalau makan di pinggir kolam renang tidak. Maka untuk mengakalinya : pesan, tunggu di pinggir kolam renang, duduk sebentar lalu bawa sendiri ke kamar. Selesai. No extra charge! Haha.. Belum selesai sampai disini kalau urusan makanan. Langsung bayar di tempat. Harus! Jangan lupa bawa uang tunai kalau mau memesan makanan. Atau tanggung resiko harus kembali ke kamar untuk mengambil uang. Saya? Lupa bayar karena menganggap akan ditagih berbarengan dengan kamar. Hasilnya? Saya dibuntuti hingga ke pintu kamar. Ketika saya tanya, “Ada apa?”. Pegawai Hotel (PH) dengan poker face-nya bilang, “Makanannya belum dibayar pak!”. Saya tanya, “Harus dibayar sekarang?”. (PH) : Iya. Saya rogoh kantong, nyari dompet, ketemu uang+ambil, bayar!. Biar cepat selesai. Sudah tidak tahan dengan raut muka tanpa rasa ini.
Tidak ada pesawat telepon di kamar (kalau kecoa : ada!), jadi kalau ada keperluan harus mendatangi meja resepsionis, dimanapun kamar anda berada. Bonus aroma seprai dan bantal yang menyebabkan tidur kurang nyenyak dan air yang tidak selalu konstan supply-nya. Jadi bersiaplah untuk menutup mata sembari menunggu air mengalir kembali jika anda sedang menggunakan sampo yang pedih di mata. Atau tampung air di gayung. Just in case. Menonton televisi? bukan ide bagus. Selain pemandangan di luar yang spektakuler, siaran disini juga terlalu manis alias banyak semut di dalam layar televisinya.
Dengan kamar sebelah? Borderless! bisa langsung menyeberang! baik manusia ataupun asap rokoknya. Berhubung bagian belakang kamar tidak bersekat yang otomatis menyebabkan kamar seolah-olah menyatu dengan kamar-kamar yang lain di bagian belakangnya. Agak kikuk juga kalau kebetulan sama-sama keluar kamar dan beradu pandang dengan tamu kamar sebelah yang notabene stranger dengan jarak hanya hitungan meter tanpa sekat dinding sama sekali. Apalagi kalau cuma berbalutkan handuk!.
Hati-hati dengan lorong-lorong di antara kamar yang cenderung basah karena banyak tamu yang selesai berenang langsung menuju kamar. Kolam renang memang jadi daya tarik tersendiri bagi hotel ini. Saya termasuk yang paling menikmati.
Pembawaan para staf? smile-less. Mau bilang apa lagi?
Cukup tulisan negatif-nya. Saatnya memuji keindahan danau toba dan pulau samosir yang memang tiada duanya ini, lewat dokumentasi visual :

Walaupun tertutup kabut asap yang katanya hasil kiriman pembakaran hutan. Tetap saja. Sedap dipandang mata. Apalagi sekiranya tanpa keramba.